Jakarta Selatan (21/05) – Memperingati Hari Kebangkitan Nasional Ke-111 Tahun 2019, Ditjen Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) Republik Indonesia menyelenggarakan seminar dengan tema “Bangkit untuk Bersatu.” Seminar berlangsung pada hari Selasa, 21 Mei 2019 di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan. Panitia mengundang peserta dari berbagai kalangan, salah satunya adalah STMKG. Perwakilan dari STMKG yang hadir di seminar itu meliputi 3 orang Pembina dan 17 Taruna/i. Pembina yang hadir adalah Reynhard Syatauw, S.E, Dr. Munawar Ali, M.Sc, dan Muchammad Rizky, S.Tr, sedangkan 17 Taruna/i yang hadir merupakan perwakilan dari Pengurus Resimen Korps Taruna STMKG, Dewan Musyawarah Taruna, IPTEK dan Jurnalistik, Alensa, Himpunan Taruna Meteorologi dan Klimatologi, Ikatan Taruna Geofisika, dan Ikatan Taruna Instrumentasi.
Acara yang dipandu oleh mc bernama Budi Kusuma ini dimulai pada pukul 13.00 WIB. Setelah dibuka, acara berlanjut ke menyanyikan lagu Indonesia Raya dan doa. Acara selanjutnya adalah sambutan dari Sekretaris Jenderal Kominfo, Ibu Rosarita Niken Widiastuti. Ia menyampaikan bahwa Kominfo merupakan sarana pemerintah dalam menyampaikan kinerjanya kepada masyarakat agar masyarakat dapat tahu. Setelah beliau selesai menyampaikan sambutan, mc menyerahkan jalannya acara kepada moderator diskusi, Prita Laura. Jurnalis kondang ini menjelaskan bahwa akan ada dua sesi diskusi yang dijeda oleh sholat ashar. Masing-masing sesi akan menghadirkan narasumber yang sangat kompeten di bidang ini.
Gambar 1 : Sesi pertama, oleh para narasumber “tua”
Sesi pertama, diisi oleh para narasumber “tua”. Narasumber-narasumber tersebut adalah Bapak Brigjen Pol Ibnu Suhaendra (Kasatgas Counter AF 88 Densus 88), Bapak Syaiful Arief (Direktur Pusat Studi Pemikiran Pancasila – BPIP) dan tokoh kebangsaan, Alissa Wahid. Ketiga narasumber ini membahas mengenai seberapa menurunnya kadar nasionalisme orang Indonesia. Hal ini tentunya juga menyangkut tentang Pancasila sebagai ideologi negara kita, yang diwaspadai oleh Densus 88 akan ancaman ideologi berbahaya untuk kita. Salah satu ideologi tersebut adalah ideologi yang dibawa oleh para kelompok terorisme di Indonesia maupun dari luar negeri. Salah satu hal perlu dijadikan perhatian juga adalah adanya kelompok-kelompok radikal yang berkembang di berbagai daerah di Indonesia.
Gambar 2 : Sesi kedua, oleh para narasumber “muda”
Sesi kedua, diisi oleh para narasumber “muda”. Narasumber-narasumber tersebut adalah Ibu Nurul Hidayatul Ummah (Ketua Ikatan Pelajar Pemuda Nadhlatul Ulama), Bapak Dzulfikar Ahmad Tawalla (Sekjen Pemuda Muhammadiyah), Bapak Husein Ja’far Hadar (Direktur Lembaga Study of Philosophy) dan Ibu Alanda Kariza (Pendiri Organisasi Nirlaba The Cure for Tomorrow). Para narasumber muda ini tak kalah kompetennya dengan narasumber tua ketika berbicara mengenai nasionalisme. Masing-masing narasumber mempunyai kontribusi masing-masing dan di bidang yang berbeda-beda dalam menumbuhkan nasionalisme. Diantaranya adalah didirikannya Indonesian Youth Conference untuk memberdayakan anak muda untuk mengkatalisasi perubahan. Acara yang dibuat semenarik mungkin seperti perayaan anak muda untuk membicarakan banyak isu yang terjadi di Indonesia. Terdiri dari talkshow , diskusi sosial , workshop, komunitas dan pertunjukan musik dan budaya. Dengan dilaksanakannya Indonesian Youth Conference diharapkan anak muda dapat menjadi tombak pergerakan bangsa Indonesia.
Acara yang bertemakan “Bangkit untuk Bersatu” ini membuka mata kita lebih jauh lagi bahwa bangsa Indonesia berbeda karena kebhineka tunggal ika nya , karena keaneragamannya. Jika Indonesia dibuat sistem yang seragam maka Indonesia akan terpecah belah, NKRI adalah harga mati. (WG/AF/SF)